March 22, 2009

Hutang Caleg kepada Tukang Sablon

Mungkin Anda sedang tersesat, atau Anda BLACKer (peserta Djarum Black Blog Competition) dan kebetulan menampilkan halaman ini. Tidak perlu memulai membaca jika tidak menyelesaikannya. Jika sudah memulai, pastikan menyelesaikannya sampai baris terakhir. Ada yang pantas Anda petik dari tulisan ini. Sayangnya saya bukan penulis sebuah buku yang terlanjur laris terjual. Sehingga pantas bagi Anda untuk segera meninggalkanku... (kasihan dech aku)

Siang ini berbeda dari kemarin. Terik matahari lebih tajam menusuki bumi. Mungkin karena tidak besertanya hembusan angin yang biasanya membawa aroma khas lumpur porong. Sehingga panas yang seharusnya dilambaikan oleh hembusan angin busuk, siang ini tanpa hambatan terik berjatuhan.

Sebagian aspal bagian-bagiannya ada yang terlihat seperti basah. Bukan oleh air melainkan karena mendidih kepanasan. Meski aku berada di atas motor yang tentu saja tidak ber-AC, bisa saja aku memikirkan seolah berada di dalam mobil mewah nan nyaman. Hanya agar terminal Bungurasih tidak terasa jauh.

Tidak seperti sebelum jadi BLACKer. Mungkin hari ini pertama kalinya aku naik bus dengan terjaga. Benar-benar terjaga. Membuatku lebih care kepada pemandangan di luar bus yang terus berganti. Tetapi ada yang terlihat kembali dan terulang, yakni banner Caleg. Dengan berbagai ukurannya mendominasi pemandangan sepanjang perjalanan Sidoarjo - Nganjuk. Benar kata Mama Lorent yang disampaikannya dengan gurau sewaktu menjawab sebuah pertanyaan di televisi tahun lalu, "Peluang bisnis apa yang bagus untuk 2009?" : "Buka sablon partai-partai".

Ada beberapa banner Caleg yang membuatku perhatian. Sepanjang perjalanan yang dengan duduk saja sampai aku merasakan lelah, mengapa banner dengan gambar orang yang sama masih terulang terlihat. Jika saja banner sebanyak itu adalah iklan Djarum Black, tentu akan besar pajak iklan yang harus dibayar, dan pasti terbayar. Sedangkan ini banner bergambar wajah-wajah yang bisa jadi beberapa dari mereka baru saja ber-NPWP. Pasti biaya yang tidak sedikit telah dikeluarkan untuk ini. Memaksaku untuk tahu, apakah besar kecilnya banner ini bergantung dengan kaya dan tidaknya Caleg yang bersangkutan? Mau tahu?

Rudi, temanku sebangku semasa SMP dan SMA. Selain petani sebagai profesinya, di sudut rumahnya ada ruangan berukuran 2,5x5 meter persegi yang digunakan untuk usaha sablon dan komputeran (begitulah banyak orang menyebutnya). Separoh dari waktuku mudik akhirnya untuk begadang bersamanya. Berikut pengakuan Rudi tentang keterlibatannya mengikuti peluang bisnis 2009.

Adalah seorang wanita seusia Rudi, sebut saja Siti (bukan gadis desa), salah satu Caleg yang minta didesainkan sekaligus dicetakkan banner bergambar dirinya. Sesama Caleg ternyata ada yang koorperatif. Selain untuk dirinya, Siti juga memesankan banner untuk temannya yang juga Caleg. Hanya saja, kalo Siti Caleg DPD, temannya Siti Caleg DPR RI. Kita kasih saja nama Lily untuk teman Siti ini.

Rumah Rudi jauh dari perkotaan, berada di sebuah desa yang kira-kira 50% lebih wilayahnya adalah persawahan. Wajar jika akupun bertanya bagaimana ceritanya ada Caleg nyasar menjadi pelanggan Rudi? Siti yang lebih tahu pasti ceritanya. Yang penting sekarang kita lanjutkan cerita tentang Siti dan banner pesanannya untuk teman Siti yang bernama Lily.

Siti mengajukan order banner untuk ukuran 100 x 75 cm persegi sebanyak 6000 lembar. Dengan gambar wajah teman Siti yang bernama Lily. Enam ribu lembar! Karena kuantitinya yang buanyak, Siti minta harga 2000 lebih murah dari harga banner untuk dirinya yang sudah kelar. Yaitu 17.000 rupiah menjadi 15.000 rupiah per lembarnya. (Sebentar saya hitungkan, 15.000 x 6.000 = 90 JUTA. Busyet, 90 JUTA man!

Rudi ternyata cukup tahu diri untuk melihat kapasitas peluang yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Entah karena malu kepada usaha yang dimulainya hanya dengan 2 pc jangkrik- bekas-kredit seharga 2 juta (masih ada kembalian), nyatanya dengan jujur dia sampaikan kepada Siti bahwa hanya 500 lembar yang disanggupinya. Walaupun sebenarnya banner ini tidak Rudi kerjakan sendiri (dicetakkan ke jasa printing di kota), Rudi tetap membuat segala sesuatunya menjadi wajar dan masuk akal.

Deal. Tanpa diminta, Siti memberikan uang muka sebesar 500 ribu. Rudi menerimanya. Rudi memandangi uang ini dalam waktu yang lebih dari yang biasanya. Masa iya sih, uang muka hanya 500 ribu untuk order senilai 7,5 juta? Kesepakatan ini terjadi pada hari Jum'at, dan hari Senin harus siap untuk diambil oleh Siti.

Memanfaatkan hubungan baik dengan percetakan di kota (sebut saja Si Bos), Rudi berhasil memaksa ordernya bisa diproses walau tanggal merah. Dan pada hari Seninnya banner telah selesai, tetapi hanya 300 lembar. Why? Ternyata Rudi harus membayar cash kepada Si Bos, sedangkan 500 lembar sudah melampaui batas cashflow yang Rudi mampu. Berarti 300 lembar ini adalah batas kemampuan rudi bermodal.

Senin siang hampir habis. Sinar matahari sudah tidak lagi ada panasnya. Bukan mendung, tetapi bedug maghrib sebentar lagi pasti bertalu. Siti tidak juga ada kabarnya.

"Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu". Bukan syair lagu nama-nama hari yang dinyanyikan anak Rudi. Tetapi suara Rudi sendiri yang lirih sambil menekuk satu persatu jari-jari tangannya. Duduk simpuh tak bergairah dia menghadap tumpukan banner yang mulai berdebu. Bagi Rudi, tumpukkan di hadapannya adalah uang 3 juta! Yang telah seminggu membeku. Dan membuatnya telah menolak banyak order yang lain. Gara-gara kekuatan arus kas usahanya terbelenggu oleh kesepakatannya dengan pelanggan bernama Siti, Calon Legislatif yang konon sportif dan prasaja.

Rudi membayangkan seandainya banner ini tidak diambil. Jangankan dijual, misal dikasihkan orang juga siapa yang doyan? Iya kalo Lily pemilik wajah di banner itu terpilih, kalo tidak?! Bisa-bisa bukan Calegnya yang stres, tetapi Rudi yang gila.

Hampir seminggu berikutnya lagi Siti baru tampak hidung dan batangnya. Kontan dengan semangat sekali Rudi mengangkuti banner itu ke dalam mobil milik Siti. Sambil berpamitan, ternyata Siti mengatakan bahwa uangnya ditransfer saja. Bukan perawakan Rudi untuk bisa berlaku seperti debt collector kartu kredit. Dia hanya memandangi wajah Siti lebih lama dari yang biasanya. Sama lamanya sewaktu dulu Rudi memandangi uang mukaknya yang 500ribu itu. Atau jangan-jangan karena wajah Siti yang memang mempesona? Entahlah!

Setengah hari telah berlalu sejak perginya Siti. HP dengan keypad yang sudah pudar tulisannya bergetar, ada SMS dari Siti. Kata pertama yang terbaca adalah: "Maaf Pak Rudi, ....." Gak usah dilanjutin Anda juga tahu kalo ini pasti kabar buruk. Dosa apaaa yang telah engkau perbuat, Rudi!

Walau akhirnya memang ada kabar dari Siti bahwa uang sudah ditransfer, tetapi ternyata belum lunas, masih ada sisa kekurangan sebesar 500 ribu.

Ada yang lupa oleh Siti. Flash disk miliknya tertinggal. Rudi melihat di dalamnya tidak hanya berisi foto Lily teman Siti, Caleg DPR RI. Ada banyak data penting! Semua data di dalam flash disk oleh Rudi dikosongkan setelah terlebih dulu menyalin ke dalam komputer. Sebagai tindakan preventif jika saja barang kecil itu hilang seperti yang telah sering terjadi. Pikir Rudi, jika memang data ini penting, berarti 500 ribu kekurangan itu juga penting.

Benar, beberapa hari kemudian, pas Rudi tidak sedang berada di rumah, seseorang bernama Binti datang dan mengaku pemilik flash disk itu. Kabar ini disampaikan oleh penjaga rental Rudi melalui hand phone. Mungkin karena sedang terburu-buru, Binti menghubungi Rudi minta flash disk miliknya dikembalikan. Merasa dirinya tidak memiliki urusan apa-apa dengan Binti, pantas bagi Rudi untuk meminta Binti menunggu sampai Rudi pulang. Bisa bertatap muka, lebih jelas dan gamblang. Jika saja flash disk itu masih penuh dengan isinya, tentu tidak ada alasan bagi Rudi untuk menahan Binti sampai waktu kedatangannya.

Meski Binti sempat ngotot, akhirnya Rudi dan Binti bertemu juga. Pertemuan ini menjelaskan semuanya. Siti, Binti dan Lily saling mengenal. Siti telah menawarkan budi baiknya kepada Lily membantu urusan cetak banner untuk Lily. Total order senilai 3 juta, uang muka 500ribu, kekurangan 2,5 juta diketahui semuanya oleh Binti. Tetapi ada yang beda, Binti mengetahui Lily telah mentransfer uang senilai 2,5 juta ke rekening milik Siti. Yang oleh Siti diteruskan ke rekening Rudi dengan nilai setelah disunat 500ribu. Yang sampai cerita ini saya posting, 500ribu masih diakui oleh Siti bahwa dirinya belum sanggup melunasinya!

Keterlibatan Binti dalam cerita ini gara-gara Siti tidak memiliki flash disk untuk membawa foto Lily, dan Binti meminjaminya.

Semoga hanya ada satu Siti saja. Dan semoga hanya ada satu Rudi saja dengan kepahitannya. Jika Tuhan menghendaki blog ini menang, aku berjanji kepadamu Rudi: 1 slop Djarum Black Slimz. (Gak usah banyak-banyak, agar tidak ada alasan bagiku untuk mengingkarinya).

2 comments:

  1. aku juga mau pak di kasih satu slop :-D

    ReplyDelete
  2. Maturnuwn Mas Yani......kita ber3 ( Mas Yani, Pak Rudi n aku ) roko'an didepan Bungurasih.......( nyilih handycam ) he3... semoga sukses....terus, amin3....

    ReplyDelete

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More